Berapakah usiamu sepuluh tahun lagi?

“Berapa usia kita sepuluh tahun ke depan?”, celetuk seseorang tiba-tiba. Semua terdiam dan mulai menghitung. “Aku 60 tahun”, seorang teman berucap.
“Wah, masih muda itu”, kata kami padanya.
“Iya, tapi di tahun itu aku akan pensiun”, ucapnya lirih.
Semua kami terdiam. Segera menghitung usia kami masing-masing di dalam pikiran. Sepuluh tahun lagi, beberapa dari kami memasuki usia lansia dan yang lain segera menyusul. “Siapkah kami menghadapi sepuluh tahun di depan?”, tanya kami masing-masing di dalam hati.
Berapakah usiaku sepuluh tahun lagi?
Pernahkah saudara bertanya tentang hal itu pada diri saudara? Atau, memikirkan itu untuk orang di dekat saudara? Cobalah bercermin dan cobalah perhatikan orang terdekat saudara dan tanyakan pertanyaan itu di hati.
Bagi anak-anak muda, sepuluh tahun di depannya adalah kisa tentang pencapaian akan mimpi-mimpi.
Bagi orang-orang dewasa, sepuluh tahun di depannya adalah masa pensiunnya.
Tetapi, bagaimana jika saat ini saudara telah berumur 60, 70, atau di atas 80 tahun?
Bagaimana jika seseorang yang bersama saudara juga telah berumur di atas 60 tahun?
Apakah yang ada di sepuluh tahun ke depan hidup saudara atau mereka?
Apakah di sepuluh tahun nanti kita akan memiliki cerita indah dan harum, atau sebaliknya buruk dan berbau. Apakah kita akan di kelilingi sahabat dan keluarga yang terus tersenyum bahagia bersama kita, atau sebaliknya kita hidup mengecewakan dan melukai mereka.
Beberapa orang di usia lanjutnya berkata “Saya mau ketika waktu hidup saya selesai kelak, keluarga, teman, dan kerabat saya berdiri di pinggir peti saya dan berkata “selamat berbahagia berjumpa Tuhan Yesus dalam kehidupan kekal”.
Apa yang terjadi sepuluh tahun nanti adalah buah dari apa yang terjadi hari ini.
Jadi, taburlah benih bunga di hari ini, agar hari esok kita memiliki kebun bunga. Cabutlah semak duri yang ada di hari ini agar kita memiliki tempat yang baik untuk menabur benih bunga kelak.
Salam
Pdt. Rinto Tampubolon