Buku kehidupan Jemaat dapat di Akses di link berikut :
https://gofile-3730385965.sg3.quickconnect.to/sharing/NRklKLWHz
Di desa ada seminar motivasi hidup dari tokoh terkenal. Seminarnya diberi judul “Masa Depanmu Bukan Pada Mulut Orang Lain”. Bejo, temannya Kunang, mengikuti seminar dengan antusias.
“Ingat yah, masa depanmu bukan ada pada apa kata orang lain. Jangan hentikan jalanmu hanya karena mulut orang lain. Teruslah berjalan dan raih tujuanmu”, ucap sang tokoh semangat.
Seminar pun akhirnya selesai. Bejo harus kembali ke rumahnya. Dengan semangat dia mendayung sepeda ontelnya. Di sepanjang jalan Bejo selalu mengulang-ulang kata-kata sang tokoh dalam hatinya: “Masa depanmu bukan pada mulut orang lain. Teruslah berjalan dan raih tujuanmu”.
“Bejo, mau ke mana?, tiba-tiba seorang teman memanggilnya.
“Mau pulang lewat jalur kulon”, jawab Bejo.
“Lewat wetan aja, jangan lewat kulon”.
“Saya mau lewat kulon aja”, jawab Bejo sambil ngedumel di dalam hati: “enak aja mau atur jalan orang”.
Setelah setengah kilo perjalanan, seorang bapak berteriak kepada Bejo, “Bejo, jangan lewat Kulon yah”.
“Terimakasih”, jawab Bejo. Dalam hati Bejo ngedumel kembali: “orang kok kepo amat sama hidup orang lain”.
Setelah lewat dua kilo mengayuh sepeda. Sampailah Bejo pada ujung jalan desa. Bejo harus menyeberangi sebuah jembatan kayu untuk melewati parit irigasi. Rumah Bejo hanya tinggal tiga ratus meter dari jembatan tersebut.
“Bejo, kamu mau menyeberang yah?”, terdengar suara seorang kakek yang menyapa Bejo.
“Iya kek”, sahut Bejo pendek.
“Baiknya kamu putar balik lewat jalur wetan. Jangan lewat jembatan. Kondisinya kurang bagus”.
Mendengar itu Bejo pun naik emosinya. Ini yang ketiga kali orang-orang hendak mengatur jalan hidupnya.
“Kek, saya mau lewat wetan, kidul, atau kulon, itu hak asasi saya. Kenapa kalian mau atur-atur jalan hidup saya. Ingat kek, jalan hidup saya ada pada saya bukan pada mulut orang lain”, ucap Bejo dengan tidak sopan.
Si kakek diam. Bejo segera mengayuh sepedanya melewati jembatan kayu.
“Krek”
“Byur”
“Tolong…tolong”, teriak Bejo sambil berupaya menepi. Badannya basah dan sepedanya tenggelam.
Tiba-tiba Bejo ingat wajah si tokoh terkenal. Dengan kesal dia berkata: “Ini nih akibatnya kalau ngedengerin mulut orang lain”.
Pdt. Rinto Tampubolon
Di senja hari, seorang anak menyapa Kunang yang duduk sendiri dengan wajah yang muram.
“Om Kunang, kenapa wajahnya mengkerut, skin carenya habis yah? “, sapa si anak sambil mencandai.
“Lagi rumit. Banyak masalah'”, jawab Kunang dengan malas.
” Ada yang bisa dibantu Om?
“Kamu anak kecil tahu apa dengan masalah hidup, masalah yang rumit? “, ucap Kunang kesal.
” Saya mungkin belum pinter om. Tapi, guru sekolah minggu saya bilang: “Jangan pikir tinggi-tinggi karena otakmu tidak punya sayap untuk memikirkannya. Jangan sampai terlalu dalam, karena nafasmu tidak akan sanggup menyelaminya. Jangan terlalu jauh, karena belum tentu kamu punya waktu untuk sampai di sana. Jadi, lakukan satu hal saja”, ucap si anak.
“Apa itu?”, tanya Kunang.
” Berdoalah. Minta Tuhan Yesus memberikan damai sejahtera.”
“Masak DOA AJA! “, ucap Kunang kesel.
“Nah, kan. Om Kunang masih berpikir rumit. Jadi, masalah Om sesungguhnya adalah pikiran Om sendiri”, jawab si anak sambil tertawa kecil berjalan meninggalkan Kunang.
” Masak sih? “, ucap Kunang di dalam hati
Ia pun kembali duduk sendiri dengan muka mengkerut memikirkan pertanyaannya sendiri.
Salam
Pdt. Rinto Tampubolon
Di dalam perjalanan kehidupan, Tuhan tidak jarang membawa kita ke luar dari rancangan yang kita buat, supaya kita belajar berjalan dalam rencana-Nya. Kita mengarahkan rencana kita ke utara, Tuhan membawa kita ke Selatan. Kita siap untuk pergi ke Barat, tetapi Tuhan menuntun kita Timur. Semua bisa berubah dari apa yang kita rencanakan. Perubahan sesungguhnya adalah hal yang biasa terjadi dalam kehidupan.
Perubahan bisa terjadi bukan karena hal besar saja, tetapi ia bisa terjadi hanya karena 0.01% kemungkinan tersisa. Saya mengalami itu dalam sebuah perencanaan perjalanan sabatical. Semua sudah direncanakan dan disiapkan dengan sebaik-baiknya. Didoakan dengan sungguh-sungguh. Melihat statistik kemungkinannya sudah 99,99% pasti akan terwujud. Namun, saya rupanya harus belajar untuk memberikan hormat yang sebesar-besarnya pada 0.01 % yang tersisa. Perencanaan tersebut berhenti berlanjut. Semua rencana berubah bukan karena faktor ketidakmungkinan yang besar, tetapi karena sisa kemungkinan yang kecil. Saya belajar untuk tidak meremehkan 0.01% yang terlihat sangat kecil, karena tanpa dia semua rencana akan berakhir begitu saja.
Tidak terwujudnya sebuah rencana bukanlah tanda kegagalan, tetapi tanda adanya perubahan arah. Tentang hal ini saya mengingat para pelaut yang menggunakan layar untuk berlayar mencapai tujuannya. Tidak jarang angin muncul untuk membuat arah tujuan terhalang. Tetapi para pelaut sejati tidak melawan angin, namun memutar haluan untuk mengikuti perubahan arah perjalanan.
Perubahan bukanlah hal yang buruk, tetapi ini adalah cara lain untuk memberitahu kita akan sebuah pengalaman, pengetahuan, dan cerita yang berbeda dari apa yang kita pernah pikirkan. Dan, jika Tuhan membawa kita ke luar dari rencana kita tentunya bukan dengan niat yang buruk, tetapi untuk memberikan pengalaman, pengetahuan, hikmat, serta cerita yang tidak pernah kita rancangkan sebelumnya. Nikmati saja perjalanan yang berubah, rencana yang berbeda, dan belajarlah di dalam perjalanan yang tidak pernah kita rencanakan.
Percayalah bahwa Allah senantiasa merancangkan rancangan kebaikan bukan keburukan untuk kita. Bukankah itu yang di katakan di dalam Yesaya 29:11: “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
Jadi, jangan takut untuk berencana, dan jangan sedih serta kecewa jika tidak terwujud. Ingatlah rencana yang tidak terwujud bukanlah tanda kegagalan, melainkan tanda perubahan, di mana kita akan melihat lebih banyak hal dari apa yang kita pikirkan dan rencanakan.
Salam
Pdt. Rinto Tampubolon