Selamat Datang di GKI Taman Aries Website

Follow Us:

KONTAK SEKRETARIAT

Far far away, behind the word moun tains, far from the countries Consonantia, there live the blind texts.

759 Pinewood Avenue

Marquette, Michigan

info@domain.com

Online Support

906-624-2565

Mon-Fri 8am-5pm

Get Subscribed!

    Bermain Layangan (selesai)

    Comment 0

    Bermain layangan juga memiliki cerita jeleknya. Jelek bukan karena permainannya, tetapi karena ada aja orang-orang yang melakukan hal buruk ketika bermain. Ada orang-orang yang mengejar layangan putus dengan prinsip, ¬“kalau saya tidak dapat, orang lain juga tidak boleh dapat”.

    Orang-orang dengan prinsip tersebut akan berupaya menghancurkan layangan putus yang sudah di dapat orang lain terlebih dahulu. Orang-orang seperti ini tidak senang melihat orang lain gembira. Ia hanya mau bersenang-senang sendirian. Ia tidak peduli orang lain. Ia tidak akan mengucapkan selamat kepada yang mendapatkan layangan, tetapi justru merusak layangan yang telah di dapat orang lain.

    Biasanya orang-orang seperti itu punya cara yang khas. Ketika ia melihat tangan orang lain sudah memegang terlebih dahulu layangan yang putus, maka ia akan mendorong-dorong orang-orang untuk menghasilkan kekacauan, lalu segera tangannya menyelinap di sela-sela kekacauan untuk merobek layangan yang ada di tangan orang lain. Ia menghancurkan dengan cara tersembunyi, sehingga tidak bisa disalahkan. Begitulah karakter jeleknya. Ada rasa iri, jahat, merusak, licik, dan sebagainya diborong jadi satu hanya karena tidak ingin orang lain gembira dan keinginannya tidak tercapai.

    Menghadapi orang-orang seperti itu memang _ngeselin. Tetapi anak-anak yang layangannya telah dirobek tidak marah-marah. Ia tidak mengajak berkelahi orang-orang yang telah menghancurkan kegembiraan dan kerja kerasnya dalam mengejar layangan putus. Ketika layangan itu sudah robek, ia membuangnya dan kemudian fokus lagi berupaya mengejar layangan putus yang lain. Tetapi ada bedanya, dan ini yang menarik.

    Anak-anak yang baik tahu bahwa berhadapan dengan orang seperti itu tidak harus berlaku sama dengannya, tetapi justru harus memiliki perilaku yang berbeda. Mereka berpikir bagaimana cara yang kreatif, baik, dan tidak merusak orang lain, tetapi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Anak-anak itu pun kemudian menemukan cara dan tehnik lain dalam mengejar layangan putus. Mereka tidak mengejar lagi layangannya tetapi mengejar benang layangan yang melambai mengikuti layangan. Anak-anak belajar mulai memiliki fokus penglihatan yang lebih tajam. Mereka mencari benang layangan yang melambai di udara lalu kemudian menangkap benang itu. Siapa yang menangkap benang tentunya ia lah yang menguasai layangan putus yang masih berada di udara. Cara ini membuat orang-orang dengan sifat perusak tadi tidak mampu untuk merusak layangan yang telah di dapat. Layangan putus jauh dari jangkauannya. Setelah kondisi tenang, barulah yang mendapatkan layangan menurunkan layangan putus untuk dia bawa pulang.

    Pengalaman mengejar layangan putus adalah pembelajaran pembentukan diri. Sekalipun kita sangat menginginkan sesuatu untuk didapatkan, kita harus tetap menjaga karakter kristiani kita dalam mendapatkan itu. Firman Tuhan dalam Yakobus 4:2 mengingatkan kita, jangan karena kita tidak memperoleh keinginan kita, maka kita berbuat jahat dan berperilaku buruk. Kita perlu belajar terus menerus untuk mendapatkan sesuatu bukan dengan kejahatan tetapi dengan doa dan karakter kristiani yang firman Tuhan ajarkan.

    Di sisi lain, anak-anak yang baik, para pengejar layangan putus, memiliki tindakan yang bernilai untuk kita pegang. Mereka tahu bahwa layangan putus yang mereka kejar itu juga dikejar oleh banyak anak-anak lain. Diantara para pengejar ada saja yang mengejar dengan cara tidak patut dan wajar. Karena itu mereka berupaya untuk lebih mengasah kecerdikannya dari pada merawat amarahnya atas perbuatan orang lain itu. Jauh lebih baik menggunakan waktu untuk berpikir cara cerdik dan berkarakter dari pada menghabiskan waktu untuk bertengkar dengan orang yang memang berniat merusak kegembiraan diri. Akhirnya terbukti, anak-anak yang berkarakter dan berpikir cerdik, justru berkembang dalam pengetahuan dan keterampilannya. Mereka bisa mendapatkan apa yang mereka kejar tanpa merusak apa yang telah didapatkan orang lain dan sekaligus juga membuat para perusak tidak mampu untuk merusak apa yang ia dapatkan. Di sinilah saya mengingat apa yang Tuhan Yesus katakana kepada murid-murid-Nya: “…hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”.

    Untuk itu, mari saudara-saudara kita juga menjadikan perkataan Tuhan Yesus sebagai doa kita: “Tuhan Yesus berikanlah aku kecerdikan dan ketulusan agar aku bisa tetap hidup sebagai murid dan tidak menjadi serigala di tengah kehidupan”.

    (Selesai)

    Salam
    Pdt. Rinto Tampubolon

    Categories:
    Open chat
    Shallom,
    Selamat datang di website GKI Taman Aries, kami Admin GKI TA siap melayani Bapak/Ibu/Sdr/i.
    Silakan tekan tombol Open Chat untuk melanjutkan chat via Whatsapp dengan Admin