Selamat Datang di GKI Taman Aries Website

Follow Us:

KONTAK SEKRETARIAT

Far far away, behind the word moun tains, far from the countries Consonantia, there live the blind texts.

759 Pinewood Avenue

Marquette, Michigan

info@domain.com

Online Support

906-624-2565

Mon-Fri 8am-5pm

Get Subscribed!

    Buku kehidupan Jemaat dapat di Akses di link berikut :

    https://gofile-3730385965.sg3.quickconnect.to/sharing/NRklKLWHz

    Pada Masa Pra Paskah, yang dimulai Rabu Abu, banyak orang melakukan puasa selama 40 hari. Banyak pemeluk, hampir di semua agama melakukan puasa. Puasa dijalani dengan variasi, apakah itu puasa total atau hal-hal tertentu (orang Tionghoa menyebutnya dengan nama “Cia cai”. Artinya hanya makan nasi dan sayur saja). Ada orang melakukan puasa selama waktu tertentu atau total. Jumlah hari berpuasa pun bervariasi. Ada yang melakukan sebulan, ada juga yang melakukan dalam beberapa hari saja. Kata puasa berasal dari kata Ibrani, “Tsum”: berhenti atau berpantang makan. Dalam bahasa Yunani, “Nesteo”, Ne: negatif / tidak. “Estheo”: makan. Artinya, tidak makan.
    Puasa sudah muncul di sekitar jaman Israel Kuno yang terkait dengan kehidupan keagamaan. Ada bermacam motivasi seseorang melakukan puasa pada saat itu. Pertama, puasa dilakukan untuk mempersiapkan diri untuk berhubungan atau menerima pengaruh dari makhluk-makhluk halus atau dewa tertentu. Kedua, orang melakukan puasa untuk menangkal bahaya atau malapetaka. Misalkan, menangkal roh orang yang meninggal dan dianggap masih bergentayangan atau belum pergi, yang bisa meracuni makanan dan minuman dan mengganggu kehidupan manusia yang masih hidup. Ketiga, orang berpuasa untuk meminta kesuburan tanah dalam sebuah upacara. Sebelum memasuki tempat suci, para imam di Mesir, sering berpuasa untuk menerima penyataan-penyataan ilahi. Di Israel, seseorang berpuasa terkait dengan kematian. Orang-orang Israel berpuasa terkait dengan kematian Saul dan anaknya, Yonatan (I Samuel 31:13; II Samuel 1:12). Musa berpuasa sebelum menerima sepuluh Firman Allah (Keluaran 34:28). Daniel berpuasa sebelum memperoleh penglihatan dari Allah (Daniel 9:3).
    Pada satu pihak, ada puasa yang sifatnya spontan, ketika malapetaka atau kematian menimpa mereka. Kedua, ketika mereka memusatkan perhatian terhadap permohonan-permohonan dalam doanya. Misalkan Daud berdoa dan berpuasa pada saat anaknya sakit parah. Daud minta kesembuhan dari Tuhan (II Samuel 12:16). mohon kelepasan dari kesesakan (Mazmur 69:11-15; 109:21-24). Ketiga, menyadari dosa dan kesalahan. Ketika umat Israel menyadari telah menyembah kepada ilah asing (I Samuel 7:2-6). Ahab berpuasa, ketika Tuhan hendak menghukum keluarganya (I Raja-Raja 21:27,29). Pada pihak lain, ada puasa yang sifatnya diatur. Biasanya ini dilakukan dalam kalangan para imam dalam rumah ibadah. (Imamat 23:27-32; Bilangan 29:7).
    Ada perbedaan prinsip dalam puasa yang dilakukan dengan spontan dan puasa yang menjadi peraturan. Puasa yang dilakukan dengan spontan adalah puasa yang dilandasi dengan sungguh-sungguh, ketulusan, kejujuran. Sebaliknya, puasa yang dilakukan sebagai sebuah peraturan mengandung motivasi: formalitas, pura-pura, munafik, mencari muka/pujian (Matius 6:16-18), terbeban, terancam bila tidak melakukan. Biasanya, puasa yang dilakukan hanya menuruti sebuah peraturan, maka puasa tersebut hanya formalitas dan perbuatannya tidak menunjukkan sikap etis yang baik. Itulah sebabnya, Tuhan melalui nabi Yesaya menegur, mengkritik, mengecam umat Israel yang munafik atau melakukan kesalehan yang palsu (Yesaya 58:4-7). Tuhan menginginkan, pada saat kita berpuasa, maka kita juga melakukan kehidupan sosial, yaitu menolong mereka yang tidak mampu.
    Bagaimana dengan kita? Secara formalitas, kita tidak membuat sebuah peraturan tentang perintah untuk melakukan puasa. Sebab puasa bukan sebuah kewajiban bagi kita. Sebaliknya, kita juga tidak “alergi” atau melarang orang yang ingin melakukan puasa. Sebab, Tuhan Yesus juga melakukan puasa. Puasa bisa kita lakukan dengan spontan, sungguh-sungguh, tulus. Sebenarnya puasa hanya sebagai legitimasi/stempel yang sah untuk menunjukkan suatu kesungguhan dan keseriusan dari pemohon. Dengan puasa itu, seseorang sungguh-sungguh meminta kepada pertolongan Tuhan. Dengan puasa itu, Tuhan melihat kesungguhan dan keseriusan kita.
    Puasa bukan saja berpantang terhadap makanan dan minuman, tetapi juga puasa “hati”, yaitu berpantang terhadap keinginan-keinginan nafsu serta menjadi berkat bagi sesama kita.

    Pdt. Sugiarto Sutanto, M. Min.

    Open chat
    Shallom,
    Selamat datang di website GKI Taman Aries, kami Admin GKI TA siap melayani Bapak/Ibu/Sdr/i.
    Silakan tekan tombol Open Chat untuk melanjutkan chat via Whatsapp dengan Admin